Indonesia terkenal dengan kekayaan sastra dan tekstil tradisionalnya.
Salah satunya adalah kain Benawitengan yang merupakan kain asli Minahasa.
Tekstil Pinawetengan tidak hanya menampilkan keindahan tetapi juga melestarikan budaya Mihasa melalui pola.
Tokoh pengrajin Benawettangan Iarita Wiryawati Mawardi mengatakan, ada perbedaan corak kain Benawettangan yang tidak terdapat pada kain lain.
Ia berbicara dalam Konser Kartini Fitri: Raya Wastra Nusantara di Pintara Budaya Jakarta, Jumat (14/4/2023).
Selain itu keunggulan dari kain pinawetengan ini adalah masih handmade atau buatan tangan.
Proses pembuatannya memakan waktu dan menghadirkan sejumlah kesulitan.
Iarrieta juga mengatakan bahwa proses pembuatan kain ini sangat memakan waktu.
“Kalau rakitannya satu lembar kain, butuh waktu sekitar dua minggu untuk merajut. Begitu juga dengan Songket”, ujarnya.
Ini untuk menempelkan benang ke kain.
Sedangkan menenun membutuhkan waktu yang berbeda.
“Titik-tack-tock saja. Kalau tidak berhenti, sehari bisa 1,5 meter. Kalau ngebut bisa tiga sampai empat hari,” jelasnya.
Tidak mengherankan jika kain Pinawetengan telah dianugerahi rekor dunia dalam Guinness Book of World Records.
“Kami menetapkan Rekor Dunia Guinness dengan 101 tenunan mulus,” katanya.
Awal Munculnya Pengrajin Tekstil Benawitingan
Iyarita pertama kali diundang ke Manado pada tahun 2004 dan mendengar ada situs bersejarah bernama Watu Pinawetengan di desa Pinabetengan.
Watu Pinawetengan merupakan tempat berdemokrasi dimana nenek moyang orang Minahasa bermusyawarah jika terjadi konflik atau perselisihan.
“Ketika saya melihatnya, awalnya saya pikir itu hanya mulut saya dan saya berharap ada tulisan di atasnya. Kemudian selesai,” lanjut Iharitta.
Maka, sejak 2007 ia menyelenggarakan pelatihan bagi perajin tekstil Benawitingan.
Saat itu banyak yang mendaftar, hampir 200 orang.
Sayangnya, hanya 16 yang selamat dan 13 yang tersisa hari ini.
“Awalnya ada 16 orang, dan 13 lainnya sudah tua dan pensiunan, sehingga mata tidak sanggup. Sekarang usia 13 pengrajin sudah tidak muda lagi dan yang termuda sudah berusia 45 tahun,” jelas Iarrieta. .
Juga, Iarrieta mengungkapkan nasib penguasa Indonesia Minhasa.
Menurutnya, kain Benawitungan saat ini sudah hampir punah.
“Itu sebabnya sudah terancam punah. Pelatihan membuktikan bahwa hanya 16 dari 200 yang selamat.”
* Perlu renovasi
Iyarati juga mengungkapkan bahwa kanvas Pinawetengan membutuhkan renovasi untuk melestarikannya.
Yang juga diketahui, para perajin Binawitangan sudah tidak muda lagi dan kebanyakan sudah sangat tua.
“Ini sebenarnya perlu pembaruan,” katanya.
Menurut Iyarati, Minahasa kaya akan budaya, salah satunya kain Pinawetengan.
Namun, hanya sedikit generasi muda yang tertarik untuk melestarikannya.
“Tapi mungkin karakter masyarakat dan pengaruh budaya internasional terlihat lebih dari sebanding,” kata Iarrieta.
Sebagai contoh, pengrajin kain Pinawetengan sering bekerjasama dengan sekolah-sekolah di Minahasa atau Manado sebagai bentuk pelatihan.
Setiap kali Anda berlatih, kebanyakan dari mereka sudah mengerti.
“Tapi kami menyarankan agar mereka membantu saya di sini ketika mereka bisa. Maksud saya ternyata mereka lebih tertarik untuk bekerja di kota, meskipun itu budaya Anda juga,” tambahnya.
Kartini Fitri: Raya Wastra Nusantara, Bentara Budaya Jakarta, 12-15 April 2023 Ada 16 set yang terbuat dari kain Pinawetengan.
Pada musim pertamanya, koleksi karya perajin tekstil Benawitingan ini akan menawarkan cetakan.
“Makanya kami juga punya kain motif ular,” jelasnya.
Yang kedua, display Songket, dan yang ketiga display semua koleksi.
“Jadi ada tenun ikat, songket dan print yang ditenun. Bahannya ada 16 macam,” jelasnya.
Dengan penampilan ini, Iyarita berharap permadani Pinawetengan terus berkembang dan menghidupkan kembali kancah internasional.
“Juga yang harus kita lakukan adalah mendukung pemerintah, karena kita paham bahwa suatu budaya bisa berkembang jika diapresiasi tinggi oleh masyarakat yang memilikinya,” pungkasnya.